Jumat, 05 Februari 2016

Benih-benih Peradaban



Pernahkah kau merasakan sesak karena rindu hingga air matamu tumpah tak tertahankan?
Bila iya, lihatlah ke dalam sana, rabalah hatimu, ajaklah ia bicara. Apakah sesungguhnya hakikat rindu itu sendiri? Terlepaslah dari apa pun yang tengah engkau rindukan itu.

Pernah di sebuah kelas, dengan kicau burung serindit di sudut-sudutnya, dengan tetesan-tetesan bening embun menghiasi pepohonan di sekelilingnya, dan dengan bola mata-bola mata yang menatap ingin tahu. Hari itu, saya mengajar sambil bernyanyi riang di kelas. Mereka sangat antusias, bahkan sampai ada yang meloncat-loncat.  
Saya memang tidak pernah melarang mereka untuk melakukan atau meribut sekencang apa pun di kelas. Sepanjang mereka sopan dan paham dengan pelajaran, tidak ada masalah. Karena untuk membuat anak-anak menerima pelajaran adalah dengan membuat mereka senang terhadap gurunya terlebih dahulu. Dan saya – meski separuh mati – menahan emosi sekuat yang bisa saya lakukan. Menghargai hiper-aktifnya, karena saya pun pernah menjadi si kecil nakal seperti mereka. Berada di titik yang sama dengan mereka.  
Lalu setelah saya tutup pelajaran, seorang murid perempuan mendekati saya. Berbisik.
“Ibuk, aku mau kasih hadiah sama Ibuk.” Tersenyum menunjukkan gigi-gigi kecilnya.
“Hadiah apa itu, Nak?” saya pegang bahunya, tersenyum menatap bola matanya.
“Ini, Buk. Ini aku buat khusus untuk Ibuk.” menyodorkan bros jilbab kecil, berwarna merah jambu, lusuh terkena debu karena sudah dibawa bermain lumpur agaknya.
“Cantik sekali, Nak.” Saya memeluknya, berkaca-kaca.
Di situ saya merasakan jika kita sebenarnya tak harus melakukan hal-hal besar. Namun kita bisa melakukan hal-hal kecil dengan cinta yang besar. Dan pelan terasa rindu kepada mereka menyeruak, rindu melihat semangat belajarnya, rindu melihat mereka tumbuh menjadi generasi-generasi kebanggaan umat, yang kelak berdiri kokoh menyelamatkan nasib bangsa ini.
Setiap kali ada kesempatan, saya ceritakan kisah-kisah pemimpin-pemimpin besar yang dunia miliki. Kisah inspirasi dari seorang Mahatma Gandhi kecil pemalu, lalu menjadi seorang pemimpin berpengaruh seperti yang dikenal oleh dunia saat ini. Inspirasi dari seorang presiden Timor Leste yang pernah menahan tangis kelaparan karena mencium bau masakan lezat dari tetangganya, sementara beliau sendiri sudah beberapa hari tidak makan sama sekali. Inspirasi dari seorang Soekarno kecil yang sangat bandel dan suka menjahili kawan-kawannya menjadi salah satu orator paling berpengaruh di dunia. Inspirasi dari seorang anak kutu buku yang seringkali bolos sekolah dan lebih memilih untuk bermain lalu menjadi seorang presiden canggih di masa depan. Inspirasi dari seorang Ban Ki Moon kecil yang berjalan hingga sembilan kilo meter setiap hari sepulang sekolah demi untuk belajar bahasa Inggris dari seorang laki-laki pemilik bengkel berkebangsaan Amerika yang tinggal di kampungya. Inspirasi dari seorang Tetsuko Kuroyanagi yang masa kecilnya penuh dengan keusilan lalu menjadi menjadi seorang duta kemanusiaan PBB, berkeliling-keliling ke seluruh dunia untuk bertemu dengan anak-anak dan menyentuh kehidupan mereka. Inspirasi dari anak-anak di Afrika yang harus berjalan hingga dua puluh empat kilo meter untuk mendapatkan air bersih.
Dan lebih dari apa pun, saya ceritakan kepada mereka tentang hal yang terpenting, lebih penting dari kehebatan apa pun di muka bumi ini, lebih canggih dari kepemimpinan mana pun di jagad raya ini, yakni tentang bagaimana meneladani akhlak dan kepemimpinan Rasulullah, mampu menyuapkan makan seorang kafir buta yang sangat membencinya.
Sesuatu terasa menyelinap ke dalam hati ini. Perasaan rindu – yang sampai saat ini tak saya pahami makna dan hakikatnya – entah pada apanya mereka. Yang saya tahu dengan pasti, semua itu adalah keajaiban untuk dibagi dengan sesama, agar semuanya bisa bertahan hidup lebih lama, agar semuanya hidup bukan hanya sekadar hidup, namun bagaimana mengabadi dan menginspirasi dalam karya untuk peradaban manusia.

Sucianik, dengan bulir-bulir kasih 
Pekanbaru, 25 Rabiul Akhir 1437 H






Tidak ada komentar:

Posting Komentar