Rabu, 07 Oktober 2015

Menerapkan Metode Pendidikan Qur’ani; Mencetak Generasi Rabbani

Sucianik
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris UIN Sultan Syarif Kasim Riau angkatan 2012

a.      Latar Belakang
Muhammad Athiyyah al-Abrasyi dalam bukunya Ruh al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, mendefenisikan pendidikan sebagai suatu upaya maksimal seseorang atau kelompok dalam mempersiapkan anak didik agar bisa hidup sempurna, bahagia, cinta tanah air, fisik yang kuat, akhlak yang sempurna, lurus dalam berpikir, berperasaan halus, terampil dalam bekerja, saling menolong terhadap sesama, dapat menggunakan pikirannya dengan baik melalui lisan maupun tulisan, dan mampu hidup mandiri.

Pengertian ini senada dengan rumusan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 sebagai berikut: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”[1]    
Dalam dunia pendidikan, seorang guru hendaknya bertolak dari Al-Qur’an, segala aspek ilmu pengetahuan berlandaskan kitabullah. Sehingga menjadi landasan yang kuat dan bisa menjadi pondasi takwa.
Penggunaan metode pendidikan, sangatlah urgen demi membuat materi yang disampaikan oleh seorang guru mudah dimengerti. Dalam Al-Qur’an surat An-Nahl 89, ayat ini menerangkan bahwa Allah menurunkan kepada utusan-utusana-Nya kitab yang agung ini sebagai penjelas segala sesuatu. 
Hal itu diterangkan dalam ayat lain, seperti firman-Nya: 
“Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab[2], kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (Al-An’aam [6]: 38
Nabi SAW bersabda, “Akan terjadi fitnah!” Kemudian ditanyakan: “Apa jalan keluar dari fitnah itu?” Kemudian beliau menjawab. “Kitabullah, yang merupakan kisah tentang orang sebelummu, berita bagi orang setelahmu dan hukum diantaramu.” [3]
Sa’id bin Manshur dalam sunannya menyebutkan atsar yang diberitakan oleh Khadij bin Muawwiyah, dari Abu Ishaq, dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: “Barangsiapa yang menginginkan ilmu pengetahuan maka kembalilah pada Al-Qur’an, karena di dalamnya ada berita tentang kaum yang terdahulu dan yang akan datang.” Al-Baihaqi berkata: “Yang dimaksud oleh Ibnu Mas’ud adalah asal dari ilmu pengetahuan.” [4]
Pada surat An-Nahl ayat 89 dijelaskan bahwa  Al Qur’an selain berperan untuk menjelaskan, juga merupakan sesuatu yang berfungsi sebagai petunjuk, rahmat, dan pemberi kabar gembira bagi orang yang menyerahkan diri.
Sebagaimana disebutkan, orang yang mengalami pendidikan islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi “insan kamil”. Hal ini diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan gemar mengembangkan ajaran islam, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di akhirat nanti. [5]
Hubungannya dengan metode pendidikan adalah dengan adanya penerapan metode pendidikan qur’ani ini, maka tujuan yang telah diformulasikan tersebut akan dapat tercapai. Metode-metode pendidikan dalam al-Qur’an ini sangat ampuh bila diterapkan dengan baik, karena hal tersebut seiring sejalan dengan tujuan pendidikan islam yang menargetkan terwujudnya kepribadian-kepribadian insan kamil. Yakni generasi-generasi yang bertakwa kepada Allah, berkepribadian baik, dan berpola pikir canggih yang cerdas dan mencerdaskan. 

b.      Batasan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka pembahasan dalam makalah ini dapat dibatasi sebagai berikut:  
1). Tulisan ini membahas tentang Penerapan Metode Pendidikan yang berlandaskan pada Al-Qur’an.
2). Pembahasan dalam makalah ini bersifat tematik, yakni dengan mengambil beberapa ayat yang berhubungan dengan metode-metode tersebut dan bagaimana penerapannya dalam praktik belajar mengajar.
c.       Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1). Apa landasan penerapan metode pendidikan dalam al-Qur’an yang dapat diterapkan dalam membangun keefektifan proses belajar mengajar?
2). Bagaimana penerapan metode pendidikan qur’ani tersebut dalam kehidupan sehari-hari?


d.      Tujuan Penulisan
1). Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui metode-metode pendidikan yang ada di dalam al-Qur’an.
2). Penulisan malakah ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana penerapan metode-metode pendidikan qur’ani tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

II.                 PEMBAHASAN
a.      Aplikasi Metode Pendidikan Qur’ani
1). Metode Amstal
a). Pengertian
Amstal adalah bentuk jamak dari “matsala”. Kata “matsala” sama dengan “syahaba”, baik lafaz maupun maknanya. Jadi arti lughawi amtsal adalah membuat permisalan, perumpamaan, bandingan, atau analogi. Manna Khalil (1992: 400) menyebutkan pengertian amtsal al-Qur’an yaitu “Menonjolkan makna dalam bentuk (perkataan) yang menarik dan padat serta mempunyai pengaruh dalam terhadap jiwa, baik berupa tasybih maupun perkataan bebas.
            Abdurahman An-Nahlawi (1989: 350) memberikan pengertian “Matsal adalah sifat sesuatu itu yang menjelaskannya dan menyingkap hakikatnya, atau apa yang dimaksudnya untuk dijelaskannya, baik na’atnya (sifat) maupun ahwalnya”.
b). Landasan Teori 
Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sumber berbagai ilmu pengetahuan yang tak akan pernah kering walaupun digali terus menerus, termasuk dalam bidang pendidikan. Ia merupakan sumber inspirasi untuk dikaji dari berbagai sudut pandang.
Adapun dasar dalam mempelajari “Amstal Qur’ani”, yaitu:
  
“Kalau Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.”
(Q.S. Al-Hasyr [59]: 21)
 
“Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia; dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
(Q.S. al-Ankabut [29]: 43)
  
“Dan sungguh Kami telah membuat bagi manusia didalam Al-Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka mendapat pelajaran.”
(Q.S. al-Zumar [39]: 27)

c). Penerapan Metode Amtsal
            Hal-hal yang bisa dilakukan seorang dalam penerapan metode amtsal adalah:
(1). Guru mengungkapkan pokok bahasan yang hendak disajikan.
(2). Guru mengangkat ayat-ayat tamsil yang relevan dengan pokok bahasan.
(3). Guru mengembangkan pokok bahasan dengan cara memberikan perumpamaan (tamsil) yang sesuai dengan dunia siswa.
            Seorang guru ditargetkan dapat mengambil perumpamaan-perumpamaan dari al-Qur’an secara kreatif. Contohnya, menganalogikan masalah berinfak di jalan Allah dengan orang yang menanam. Menanam pohon yang baik sama halnya menyiapkan sesuaut untuk dipetik di kemudian hari.

2). Metode Kisah Qur’ani 
a). Pengertian
            Kata “kisah” berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata “qishah”. Diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi “kisah” yang berarti cerita. Namun terdapat perbedaan yang prinsipil antara makna kisah dala bahasa al-Qur’an dengan kisah dalam bahasa Indonesia. Kisah dalam bahasa al-Qur’an bermakna sejarah (tarikh) yaitu peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di zaman dahulu. Sedangkan kisah dalam bahasa Indonesia mengandung arti cerita-cerita yang berbau mistik atau legenda yang dalam al-Qur’an disebut “Asathir”. [6]

b). Landasan Teori  
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Q.S. Yusuf [12]: 111)
Kisah dalam al-Qur’an merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada manusia-manusia terdahulu dan merupakan peristiwa sejarah yang dapat dibuktikan kebenarannya secara filosofis dan secara ilmiah melalui saksi-saksi bisu berupa peninggalan-peninggalan orang-orang terdahulu seperti Ka’bah di Makah, Masjidil Aqsha di Palestina, dan Piramida di Mesir. [7] 
c). Penerapan Metode Qur’ani
            Dalam pendidikan islam, kisah-kisah dalam al-Qur’an mempunyai fungsi edukatif yang sangat berharga dalam suatu proses penanaman nila-nilai ajaran islam. Kisah-kisah sulit dicari gantinya kecuali dengan diubah dalam cara penyampaian saja, yakni dengan bahasa lisan. Kisah qur’ani dapat dijadikan pelajaran sekaligus metode pengajaran. 
            Kisah al-Qur’an dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran dan metode mengajar. Bila kisah tersebut dijadikan sebagai bahan pelajaran, maka disajikan secara utuh. Namun bila dijadikan metode mengajar, maka cukup disajikan penggalan-penggalannya saja. penggalan-penggalan kisah tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk membawa murid pada suatu situasi pemikiran atau kejiwaan tertentu dalam rangka memancing perhatian dan perasaan murid.
            Adapun strategi penerapan metode kisah ini adalah:
(1). Penggalan kisah dijadikan sebagai pengantar untuk membawa murid pada suatu pemikiran, penghayatan terhadap nilai-nilai tertentu.
(2). Penggalan-penggalan kisah Qur’ani dapat dijadikan sebagai materi pokok dalam topik bahasan yang disampaikan. Suatu kisah dalam al-Qur’an yang diambil bagian-bagian tertentu saja sesuai kebutuhan bahan pelajaran.
(3). Penggalan kisah dapat dijadikan sebagai alat untuk memancing perhatian murid terhadap materi pelajaran yang akan disampaikan.
(4). Penggalan kisah dapat dijadikan alat untuk memancing emosi sehingga muncul keberanian untuk membela kebenaran.
(5). Penggalan kisah dapat dijadikan sebagai alat untuk menanaman kebencian terhadap munkar dan kecintaan terhadap kebaikan.
(6). Penggalan kisah tersebut dapat dijadikan alat untuk memancing murid untuk memiliki rasa ingin tahu hingga timbul motivasi untuk rajin membaca.

Adapun langkah-langkah penerapan Metode Kisah adalah:
(1). Guru mempersiapkan pokok bahasan dan sub bahasan.
(2). Mengumpulkan penggalan-penggalan kisah Qur’ani yang berhubungan dengan pokok bahasan.
(3). Menyususn tokoh-tokoh dalam kisah tersebut untuk mudah diingat murid.
(4). Menyebutkan tema pokok pelajaran dan kisah Qur’ani yang akan disajikan guna manrik perhatian dan konsentrasi murid.
(5). Kisah-kisah Qur’ani yang disajikan dianalogikan dengan pengalaman-pengalaman praktis murid dalam kehidupan sehari-hari.
(6). Materi pokok pelajaran disampaikan disaat klimaks dari suatu penggalan kisah.
(7). Menanyakan tokoh-tokoh dalam kisah yang telah disajikan.
(8). Menegaskan kembali inti dari pokok pelajaran.

3). Metode Ibrah-Mauidzah
a). Pengertian
            Kata “ibrah” berasal dari akar kata “abara”. “’Abara al-Ra’yu” berarti menafsirkan mimpi dan mengetahui apa yang akan terjadi pada orang yang bermimpi. Sedangkan “abara al-Wadiya” atau “’abara al-Nahr” berarti menyebrangi lembah atau sungai dari tepi ke tepi lain yang berlawanan. “Al-Ibr” berarti juga melampaui dari suatu keadaan pada keadaan yang lain. Kata “ibrah” juga berarti “al-‘Ujbu” yakni kekaguman, “I’tibara minhu” sama dengan kata “ta’ajjaba” yakni kagum.
            Pengertian ibrah dalam al-Qur’an dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk mengambil pelajaran dari pengalaman-pengalaman orang lain atau dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau melalui suatu proses berpikir secara mendalam, sehingga menimbulkan kesadaran pada diri seseorang. Dari kesadaran itu akan muncul keinginan untuk mengambil pelajaran yang baik.[8]
            “Mauidhah” berarti nasihat, kata tersebut sejalan dengan makna kata “wa’azha”, “ya’izhu”, “wa’zhan”, “waizhatan”, dan “wa mauizhatan” yang berarti memberi nasihat (Abdullah bin Nuh 1981: 264).
            Dapat disimpulkan bahwa metode ibrah mauizhah ialah suatu cara penyampaian materi pelajaran melalui tutur kata yang berisi nasihat-nasihat dan pengingatan tentang baik buruknya sesuatu.

b). Landasan Teori
 
“Maka mengambil i’tibarlah kamu sekalian wahai orang-orang yang memiliki penglihatan.”
            (Q.S. al-Hasyr [59]: 2)     
  
“Dan kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah. Oleh sebab itu berilah peringatan itu akan bermanfaat.” (Q.S. al-‘Ala [87]: 8-9) 
  
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasehati supaya menepati kebenaran.” (Q.S. al-‘Ashr [103]: 1-3)
            Ayat tersebut adalah isyarat agar setiap mukmin saling nasihat menasihati baik dalam kebenaran maupun kesabaran, karena nasihat akan membawa manfaat dan memberikan dampak yang positif baik kepada yang memberi nasihat maupun yang diberi nasihat.
            Dalam dunia pendidikan, peran seorang guru dalam menginspirasi murid-muridnya. Jadi, pengaruh nasihatnya sangatlah besar dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran tersebut.
c). Penerapan Metode Ibrah-Mauizhah
            Metode ini diistilahkan oleh al-Nahlawi sebagai pendekatan pendidikan keimanan dalam al-Qur’an atau disebut sebagai Metode Qur’aniyah yang memiliki berbagai keistimewaan karena adanya keselarasan dengan fitrah atau potensi manusia sebagai pendidik dan mendidik.
            Sebagai metode mengajar, ibrah dan mauizhah dapat dipergunakan pendidik dalam mengadakan hubungan dengan siswa saat berlangsungnya pengajaran. Peran metode pengajaran ini sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar atau terciptanya suasana edukatif.
            Adapun hal-hal yang dilakukan pada proses penerapan Metode Ibrah-Mauizhah yaitu:
(1). Menyusun konsep yang akan disajikan sesuai dengan pokok bahasan termasuk landasan-landasannya.
(2). Menyiapkan jenis-jenis ibrah yang disesuaikan dengan pokok bahasan yang akan disajikan, baik melalui ayat-ayat Qur’aniyah maupun ayat-ayat kauniyah.
(3). Menjelaskan pokok bahasan dan konsep-konsep dasar yang akan disajikan berupa pengertian lugawi dan maknawi yang disertai landasan Qur’ani.
(4). Pembawaan ibrah yang telah ditentukan sebelumnya, yang disesuaikan dengan pokok bahasan yang akan disajikan, baik yang diambil dari ayat-ayat Qur’ani maupun dari peristiwa-peristiwa alam. Dalam membawakan ibrah atau mengilustrasikan, hendaknya dengan menggunakan suara bervariasi yang disesuaikan dengan karakter ibrah. Agar ibrah tersebut lebih menyentuh kalbu.
(5). Mengarahkan para siswa pada ibrah melalui pertanyaan-pertanyaan atau membandingkan-bandingkan dengan hal-hal yang lebih dekat dengan siswa atau dialaminya.
(6). Membawa siswa pada penghayatan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap bentuk ibrah, baik yang berupa pelajaran, nasihat maupun peringatan.
(7). Mengkaji kembali apa yang telah disampaikan. Hal itu dapat dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan atau memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya supaya terdeteksi sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan.
(8). Memberikan tugas berupa pengambilan ibrah yang disesuaikan dengan pokok bahasan yang telah disajikan. 
4) Metode Keteladanan
a). Landasan Teori
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan hari akhir, dan dia banyak mengingat Allah.” (Q.S. al-Ahzab [33:21)  

“Tidaklah Kami mengutusmu, melainkan buat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.”
(Q.S. Saba [34: 28])
“Kami mengutusmu betul-betul sebagai rahmat bagi seluruh alam. (Q.S. al-Anbiya [21: 107])

“Dan tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang yang Kami beri wahyu kepada mereka. Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kalian mengetahui, dengan membawa keterangan-keterangan dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan.” (Q.S. An-Nahl [16]: 43-44)
            Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah dan dianggap paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan misi dakwahnya. Oleh karena itu, apabila seorang pendidik mendasarkan metode pendidikannya kepada keteladanan, maka konsekuensinya ia harus dapat memberikan teladan kepada para peserta didik dengan berusaha mencontoh atau meneladani Rasulullah SAW.[9]
b). Penerapan Metode Keteladanan
            Pada usia tertentu anak-anak mempunyai potensi berupa kesiapan untuk meniru perilaku orang yang dijadikan idola dalam hidupnya. Potensi ini ada pada setiap orang sesuai dengan perkembangan kejiwaan anak tersebut. Oleh karena itu, dalam islam anak-anak belum diperintah melaksanakan sholat apabila masih berumur tujuh tahun, namun tidak dilarang sebelum umur itu anak dilatih untuk meniru dan mengikuti gerakan-gerakan sholat kedua orang tuanya. Karena nnak dapat melihat dan mencontoh, sehingga terbiasa melakukannya sebelum datang kewajiban bagi dirinya. [10]  
            Ada dua bentuk metode pendidikan keteladanan, yaitu dengan disengaja dan dipolakan sehingga sasaran perubahan perilaku dan pemikiran anak sudah direncanakan dan ditargetkan, dan ada bentuk yang tidak disengaja dan tidak dipolakan. Kedua bentuk ini ada yang berpengaruh secara langsung pada perilaku anak dan ada pula yang memerlukan proses lebih jauh lagi.[11]
III.             PENUTUP
a.      Simpulan
Dari pengumpulan dan analisis ayat-ayat yang berhubungan dengan metode pendidikan diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan, yakni:
1). Metode-metode pendidikan qur’ani ini bila diterapkan dengan baik, maka akan bisa mengantarkan produk-produk pendidikan itu seperti yang telah diformulasikan pada tujuan pendidikan islam itu sendiri. Yakni mencetak generasi-generasi yang bertakwa kepada Allah, berakhlak mulia, dan cerdas serta mencerdaskan.
2). Penerapan metode pendidikan qur’ani ini efektif untuk menanamkan rasa cinta peserta didik terhadap kebenaran dan rasa benci terhadap kebatilan.
3). Penerapan metode pendidikan qur’ani ini mencontohkan mereka figur-figur yang baik dan inspiratif dalam al-Qur’an serta membuat mereka mempunyai teladan-teladan yang iman, akhlak, dan pola pikirnya terintegrasi. Sehingga generasi-generasi yang dihasilkan pun berpola pikir ‘integrated’ seperti tersebut diatas.   
4). Penerapan metode keteladanan dapat menjaga para pendidik dan peserta untuk tetap dalam kebaikan. Karena dengan metode tersebut, seorang pendidik pun merasa harus terus meng-upgrade dirinya. Hal ini sama halnya dengan membangun mesin reproduksi generasi-generasi cerdas dan bertakwa. 
 
Referensi
Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Almahira. 2010                  
Alwasilah, Chaedar. Pokoknya Menulis. Bandung: Kiblat Buku Utama. 2008
Darajat, Zakiah dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991
Dr. H. Syahidin. Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an. Bandung: Alfabeta. 2009
Drs. H. Sutarmo. M. Ag. Penulisan Karya Ilmiah: Panduan untuk Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau. 2011/2012
Syaikh Asy-Syanqithi. Tafsir Adhwa’ul Bayan. Pustaka Azzam. Jakarta. 2007
Syaifuddin, Muhammad. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Bahari Press: Writing Revoluton. 2012


[1] Dr. H. Syahidin. Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an. Bandung: Alfabeta. 2009. Hal. 38
[2] Sebahagian mufassirin menafsirkan Al-Kitab itu dengan Lauhul mahfudz dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauhul mahfudz. dan ada pula yang menafsirkannya dengan Al-Quran dengan arti: dalam Al-Quran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.
[3] Dinukil dari Ali bin Abi Thalib oleh Tirmidzi. Pembahasan tentang keutamaan-keutamaan Al-Qur’an, hadist No. 2906. Ad-Darami, Pembahasan tentang keutamaan-keutamaan Al-Qur’an 2/435 dan 436
[4] Syaikh Asy-Syanqithi. Tafsir Adhwa’ul Bayan. Pustaka Azzam. Jakarta. 2007. Halaman 549
[5] Zakiah Darajat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 29
[6] Dr. H. Syahidin, Op.Cit., Hal. 93
[7] Ibid., hal. 95
[8] Ibid., hal. 110
[9] Ibid., hal. 153
[10] Ibid., hal. 156
[11] Ibid., 157

1 komentar: