Kamis, 03 Maret 2016

Sebuah Pesan Cinta; Dear Fans-nya Robert T. Kiyosaki



The Cashflow Quadrant, karangan Robert T. Kiyosaki. Sebagian orang yang suka membaca mengenal dan pernah membaca buku ini. Saya bahkan berkali-kali menghatamkannya. Pemikirannya keren, membangkitkan semangat berwirausaha. Banyak orang sukses menjadi pengusaha karena terinspirasi oleh buku ini. Namun tidak sedikit pula orang yang meninggalkan bangku sekolah setelah membacanya. Agak ekstrim memang. 

Di dunia nyata pun, ada banyak Robert T. Kiyosaki Robert T.Kiyosaki lainnya. Di kampus dan di sekolah kita bisa menemukan wujudnya. Ada yang mengatakan bahwa kita tidak perlu belajar sungguh-sungguh untuk menjadi orang berhasil dalam hidup ini. Kalau versi dunia kampusnya, ada yang sibuk jualan dan organisasi, lalu mengatakan bahwa belajar tidak penting. IPK tinggi tidak penting. Yang penting kita punya skill dan jaringan luas. Ada pula yang mencibir orang-orang yang lulus kuliah cepat lalu menganggur setelah tamat. Ada pula yang menunjukkan terang-terangan rasa tidak sukanya kepada mahasiswa yang lebih memilih fokus kuliah ketimbang berbisnis atau pun berorganisasi.  
Tragisnya, ada sebagian dari ‘Robert T. Kiyosaki’ ini yang menjadi motivator dan trainer, lalu pelan namun pasti merasuki pemikiran para pemuda dan remaja sehingga mereka berubah pikiran untuk tidak lagi menuntut ilmu dengan baik di sekolah.    
Saya tidak sedang menyulut pertengkaran dengan mereka yang saya sebut dengan para ‘Robert T. Kiyosaki’ tadi. Tidak pula sedang membela mereka yang fokus belajar di sekolah dan di kampus. Dan saya juga tidak sedang menjelek-jelekkan bukunya Robert T. Kiyosaki. Buku ini justru bagus untuk dibaca. Ambil sisi baiknya. Buang bagian yang berbahayanya. Ini perlu sidikit digaribawahi supaya tidak terjadi kesalahpahaman nantinya.
Yang saya ingin tekankan adalah, tetaplah menuntut ilmu dengan sebaik-baiknya. Tetaplah juga belajar mengasah keterampilan dengan berorganisasi atau pun belajar berbisnis atau apa pun lah itu pengembangan diri selain akademik. Seekor burung bisa terbang tinggi pastilah karena memiliki dua sayap yang kuat. Dan sekarang kita analogikan sayap kanan adalah softskill, keterampilan, kepemimpinan, dan kepribadian. Sementara sayap kiri adalah intelektual dan ketajaman berpikir. Kita butuh dua sayap yang kuat itu. Hidup ini tidak semata-mata tentang nilai tinggi dan prestasi akademik. Tidak pula semata-mata tentang kepribadian, keterampilan, dan kepemimpinan yang baik. Dan tidak pula semata-mata tentang ‘menjadi orang kaya’.
Saya tidak tega melihat ada teman yang waktu di bangku SD, SMP, SMA-nya sangat rajin belajar, lalu tiba-tiba bilang IPK tidak penting. Apalagi sampai mengkritik rekan mahasiswanya yang lulus cepat ketika di kampus. Tidak ada yang salah dengan lulus lambat atau pun cepat. Apa pun lah itu alasan dan penyebabnya. Setiap orang memiliki jalan hidup dan keputusannya masing-masing yang patut kita hargai dan hormati.
Kita tidak perlu menghina orang lain untuk menjadi mulia. Karena hanya Allah yang tahu siapa yang terbaik. Terus terang, saya sakit mata melihat ada yang merasa hebat banget dengan usaha dan lulus lamanya. Juga sakit mata dengan orang yang sinis kepada para aktivis dan pebisnis yang kerjanya ngurusin negara dan usaha. Memang merupakan sebuah prestasi yang membanggakan bisa punya usaha sambil sekolah atau kuliah. Tapi ya gak perlu sampai bilang kalau orang yang tamat cepat lalu jadi karyawan itu makhluk bumi kelas dua juga lah. Gak perlu sampai segitunya.
Ayolah, saling menghargai. Itu lebih mendamaikan dan menentramkan. Tidak perlu hujat orang lain. Biarlah mereka dengan jalan hidupnya karena kita akan mengambil pelajaran dari pengalaman masing-masing. Apalagi kalau sampai secara tidak langsung bilang bahwa orang-orang yang berpikir dengan otak kiri itu adalah orang-orang konservatif alias jadul. Mengagung-agungkan otak kanan, meremehkan orang-orang otak kiri. Hei, tolonglah ya, ini sudah 2016, Mas, Neng, kedua belahan otak itu Allah ciptakan pasti ada gunanya.
Dan terakhir, sebenarnya untuk apa saya menulis ini. Pentingkah mengkritisi apa yang dilakukan orang lain? di satu sisi tidak. Toh apa urusannya dengan saya. Tapi satu hal, saya gak rela kalau sampai adik-adik kami yang masih polos itu terpengaruh dengan pola pikir sempit yang mengatakan bahwa kita harus jadi pengusaha, harus jadi kaya, atau senada dengan itulah. Atau bisikan-bisikan yang bilang, gak usah mau jadi guru, karyawan, bla la bla. Mari kita bayangkan perusahaan tanpa karyawan. Sekolah tanpa guru. Semua orang ingin jadi pengusaha dan pemimpin. Dunia bisa kacau, bukan?
Tetaplah belajar dengan sungguh-sungguh. Pelajari sebanyak mungkin hal-hal baru agar kelak kita bisa menjadi generasi yang mampu menjawab tantangan masa depan agama dan bangsa ini. Semoga.     

Pekanbaru, 04-03-2016 M/24-05-1437 H
*Sucianik Skyda 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar