Jumat, 02 Oktober 2015

Antara Kapal Selam dan Pesawat Terbang


                Awal tahun 1900
            “Seluruh daratan dan lautan adalah wilayah kekuasaanku!” bentak kapal selam sambil menunjuk muka pesawat.
            “Apa kau bilang ? ini milikku! Bagaimana mungkin kau bisa mengaku-ngaku seperti itu? sedangkan semua makhluk di seluruh jagat raya tahu bahwa akulah yang paling berkuasa di sini.” Pesawat terbang menjawab sengit.

            “Hei, siapa pula yang telah menobatkan kau menjadi penguasa di sini? secara, kau kan bukan siapa-siapa?” kapal selam tak mau kalah.
            “Siapa bilang?” pesawat melotot.
            Maka terjadilah perdebatan panjang antara dua makhluk hasil perkembangan teknologi itu. Mereka saling meninggikan diri. Tidak satu pun yang mau mengalah. Mereka sama-sama merasa hebat dan berhak menjadi penguasa di daratan dan lautan. Siang malam, siang malam, siang malam mereka berdebat. Hingga sampailah ke minggu yang ke tujuh.
            “Kau serius ingin terus berdebat denganku?” tanya pesawat.
            “Iya, aku tidak berhenti sampai aku menjadi penguasa di sini.”
            Akhirnya mereka memutuskan untuk mengadu kecerdasan. Siapa yang lebih banyak mengetahui tentang dunia itulah yang menang dan menjadi penguasa seluruh jagat raya. Sebagai penengah, diundanglah seorang hakim dari galaksi tetangga yang terkenal paling bijaksana. Dia bernama Bintang Sketsa.
            “Kalian hanya punya dua soal rebutan. Yang duluan menjawab dengan benar akan menjadi pemenang dalam pertarungan ini” sejenak Bintang Sketsa menarik napas.
            “Pertanyaan pertama, siapa yang menciptakan pesawat jet di bumi?” tanya Bintang Sketsa.
            Dengan cepat pesawat terbang menjawab.
            “Seorang manusia bernama Habibie.”
            “Benar. Pertanyaan kedua, siapakah pelaut yang pertama kali menemukan benua Amerika di bumi?” tanya bintang sketsa lagi.
            “Columbus!” dengan cepat kapal selam menjawab. Dia baru ingat, dulu dia pernah belajar tentang pelayaran.
            Akhirnya skor mereka sama.
            “Nah, karena skor kalian sama, jadi aku akan membagi wilayah kekuasaan kalian dengan adil. Kau, kapal selam, wilayahmu ada dilaut. Dan kau pesawat, wilayahmu ada di langit. kalian tidak boleh saling mencaci, hiduplah dengan damai. Saling mengirim utusan diplomasi agar hubungan diantara wilayah kalian tetap harmonis.”
            Keduanya mengangguk setuju.
***
            Dan waktu berlalu seperti lesatan anak panah.
            Pesawat dan kapal selam saling berkirim surat, menyambung tali persaudaraan satu sama lain. Asal kalian tahu saja, setelah bertengkar memperebutkan kekuasaan itu, tak seorang pun diantara mereka yang pernah menyimpan dendam. Bahkan tak jarang mereka saling berkirim kabar lewat email atau chating.
           Kapal Selam Sayang Hiu Selamanya  :  Wat, bagaimana kabar langit?
           Pesawat Suka Coklat                         : Ah, aku bosan di sini. Banyak asap.
           Kapal Selam Sayang Hiu Selamanya   : Wah, baguslah.  
                                                                       Daripada di sini, banyak limbah. Jorok!
            Pesawat Suka Coklat                        : Kapan main ke daratan lagi?
            Kapal Selam Sayang Hiu Selamanya  : Dua minggu lagi
                                                                       Ada acara pernikahan putra mahkota.
                                                                       Raja bumi mengundangku.
                                                                       Kau juga diundang, bukan?
            Pesawat suka coklat                          : Tentu saja. Kita ketemuan yaaa
            Mouse berkedip. Lima ekor paus besar menabrak tubuh kapal selam. Separuh mati dia menyelamatkan kepalanya agar tidak pecah. Membuat komputernya terlepas. Tapi usahanya sia-sia, kecelakaan ini ternyata sangat serius. Sehingga dia harus dibawa ke pantai untuk diperbaiki.
***
            Salah satu pantai di daratan bumi, tahun 1900-an.
“Aduh, aku haus sekali. Sudah lama sekali aku tidak minum bensin” Ujar sebuah mobil kecil memelas.
             “Sabarlah, Nak. Kita akan mendapatkan bensin lagi setelah krisis ini telah selesai. Percayalah, tidak akan lama lagi, Sayang .…”  
            “Tapi kapan, Ibu? aku sudah tidak tahan lagi.”
            Ibunya diam, berpikir sejenak.           
            “Nak, Raja bumi tengah menghadapi masalah besar. Planet bumi kita ini berhutang banyak pada Yupiter. Jadi raja tengah mencari solusi. Bagaimana APBP (Anggaran Pendapatan Belanja Planet) bisa terkontrol dengan baik seperti dulu lagi.”
             Siapa sangka, percakapan antara ibu mobil dan anak mobil itu terdengar oleh Kapal Selam yang ternyata tidak jauh dari lokasi itu.
***
            “Lam, aku baru pulang dari istana raja. Lama aku mencarimu di sana. Setelah berkeliling, seseorang mengabariku bahwa kau terdampar di sini. Ditabrak paus ya? Ya Allah, bagaimana kau bisa kalah dengan mereka?”
            Kapal selam hanya tersenyum lemah.
         “Eh, kamu tahu tak, pesta putra mahkota itu benar-benar fantastis lho…! Aku sempat berdecak kagum melihatnya. Kabarnya, acara itu memakan biaya setara dengan seperempat APBP Bumi. Yang lebih fantastisnya lagi, Yang Mulia tidak memakai uang bumi sedikit pun.” Pesawat berapi-api.
            “Halah.” Kapal selam mencibir.
            “Kenapa?”
           “Bukan masalah pakai uang bumi atau tidak, yang jadi masalah, tegakah Yang Mulia mengadakan acara pesta sebesar itu, sementara warga bumi tengah kelaparan? Kau tahu, mobil saja sudah tidak punya bensin lagi…” Kapal Selam melotot mendengar kabar itu.
            “Itu kan hak beliau. Kenapa kau yang sewot, Lam?”
            “Aku tahu segala yang ada di jagat raya ini berhak melakukan apa yang dia inginkan. Tapi, bukankah seharusnya seorang raja memiliki jiwa sosial yang tinggi? Konsep kepemimpinannya itu yang patut kita pertanyakan Broooo!” Kapal Selam menjawab sengit.
"Sudahlah, seorang lelaki yang bijaksana di bumi pernah mengatakan. Orang yang pengertian dan konsep hidupnya sudah salah, maka hidupnya sulit benar." Pesawat menyeka keringat di dahi, lelah dengan semua ini.

Sucianik
Pekanbaru, 18 Dhq 1436 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar